sertifikasi legalitas kayu

Selasa, 13 September 2011

PENDAMPINGAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

ANDA PUNYA MASALAH DENGAN DENGAN KINERJA IUPHHK-HA,, IUPHHK-HT. DAN IUI KETIKA AKAN DILAKSANAKAN VERIFIKASI OLEH LPVI, MUNGKIN BAGI YANG BELUM SIAP AKAN DEG DEGAN KARENA KHAWATIR DINILAI JELAK, ATAU TDK LULUS,ALIAS GAK BAKALAN DAPAT SERTIFIKAT PHPL DAN ATAU VLK, KAMI SIAP MENDAMPINGI !!!!. UNTUK PHPL DILAKUKAN 2 S/D 4 BULAN TERGANTUNG BERATNYA PERMASALAHAN,DAN IUI PALING LAMA 1 BULAN.


SALAM DARI KAMI CORP RIMBAWAN INDONESIA
SEMOGA SUKSES
KAMI TUNGGU DI :

081398914248
e-mail : usarisandy8@gmail.com , walihutanrakyat@gmail.com

Senin, 10 Januari 2011

sertifikasi legalitas kayu

Pelacakan Legalitas Kayu dimulai dari :
1) Izin yang sah (IUPHHK)
2) Inventarisasi hutan
3) RKT sah
4) Penebangan sah
5) Pengukuran dan Pengujian yang sah
6) adanya LHP sah
7) Pelunasan PSDH/DR
8) Dookumen angkutan kayu (SKSKB)
Hal diatas adalah pelacakan ditingkat sumber (hulu, hutan)

Log dapat dilacak ke posisi asalnya

Pedoman Verifikasi Legalitas Kayu (traceability)
– Sebagaimana diatur dalam Permenhut No. P.55/Menhut-II/2006 jis No. P.63/Menhut-II/2006, No P.8/Menhut-II/2008 dan P.45/Menhut-II/2009, kegiatan verifikasi/pemeriksaan hasil hutan kayu pada dasarnya dilakukan pada tempat-tempat/simpul-simpul administrasi peredaran hasil hutan kayu baik kayu bulat maupun kayu olahan.
Terdapat 5 (lima) simpul utama administrasi peredaran hasil hutan kayu, yaitu:

TPn
– TPn Merupakan tempat pengumpulan kayu-kayu hasil penebangan/ pemanenan dari petak kerja di sekitarnya. Laporan hasil penebangan (LHP) wajib dibuat di TPn sesuai hasil pengukuran dan pengujian kayu.
TPK Hutan
– Dalam rangka pengetatan peredaran hasil hutan di hulu, TPK Hutan merupakan titik/simpul awal keluarnya fisik kayu bulat dari dalam areal izin menuju lokasi-lokasi di luar areal izin (TPK Antara atau Industri). Kegiatan administrasi di TPK Hutan antara lain pembuatan LMKB, pembuatan DKB dan penerbitan SKSKB, pembayaran PSDH dan DR. TPK Hutan ini adalah milik IUPHHK/IPK.

TPK Antara
– TPK Antara merupakan lokasi sementara tempat transit kayu bulat yang berada di luar areal izin. Administrasi peredaran hasil hutan kayu di tempat ini adalah verifikasi semua kayu bulat yang masuk TPK, pembuatan LMKB, pembuatan DKB-FA dan penerbitan FA-KB. TPK Antara umumnya dimiliki oleh pemegang IUPHHK/IPK atau milik pemegang izin lain (selain IUPHHK/IPK).


Hutan rakyat
(hutan hak/ lahan masyarakat)
– Hutan hak/lahan masyarakat dilindungi dengan bukti penguasaan atau pemilikan atas tanah. Dokumen hak atas tanah merupakan dokumen legalitas terhadap kepemilikan lahan yang merupakan asal-usul dari mana kayu berasal..

Dalam pengangkutannya kayu-kayu yang berasal dari hutan hak wajib dilindungi dengan dokumen SKAU yang diterbitkan oleh Kepala Desa aatau pejabat setara setelah memeriksa kebenaran jenis dan asal-usul
TPK Industri
– TPK Industri dalam hal ini adalah TPK milik Industri Pengolahan Hasil Hutan Kayu (IPHHK). Di lokasi ini merupakan tempat masuknya kayu bulat baik dari areal izin (secara langsung) maupun dari TPK Antara. Administrasi peredaran hasil hutan kayu di lokasi ini antara lain verifikasi semua kayu bulat yang masuk TPK dan pembuatan LMKB.
– Data lainnya selain data yang disebutkan di atas, dapat digunakan sebagai instrumen pendukung seperti misalnya RKT, Buku Ukur, LHP untuk TPK Hutan, data kontrak jual beli kayu untuk TPK Antara, data industri untuk TPK Industri, dan data lain yang diperlukan.

Rabu, 05 Januari 2011

KONTRIBUSI HUTAN RAKYAT TERHADAP PENGELOLAAN DAS


Pengelolaan DAS di Indonesia baik buruknya tidak terlepas dari indicator banyak lahan kritis yang terjadi, karena pengelolaan DAS akan menjadi tidak berarti ketika kapasitasnya tidak dapat memperbaiki lahan kritis secara fisik, serta menambah beban social bagi masyarakat yang berada disekelilingnya. Lahan kritis yang labil dapat menyebabkan terjadinya bencana ( erosi, banjir, sedimentasi, longsor, dll) yang pada akhirnya masyarakat disekelilingnya menjadi korban. Oleh karena itu pelaksanaan pengelolaan DAS perlu kolaborasi yang harmonis dengan pemberdayaan masyarakat diseklilingnya, agar terjadi kesepahaman diantara keduanya yang sama sama berkomitmen menjadikan sumberdaya alam menjadi objek pemanfaatan yang aman, dan menjadi media perlindungan DAS yang kokoh. Pemerintah dan masyarakat harus menjadi subjek yang bijaksana terhadap sumberdaya alam, dimana SDA menjadi objek termanfaatkan secara aman dan lestari.

Keberadaan hutan rakyat, merupakan salah satu wujud pemanfaatan SDA di lahan di luar kawasan hutan, yang tentu saja merupakan bentuk pengelolaan DAS mandiri oleh masyarakat. Hutan rakyat mandiri adalah wujud peran serta masyarakat dalam penanggulangan lahan kritis. Telah lama hutan rakyat berperan sebagai fungsi penyokong DAS tetap aman., setidaknya menghambat laju degradasi lingkungkngan. Dengan adanya hutan rakyat pada htan hak dan atau tanah milik terbukti dapat mengurangi perambahan terhadap kawasan hutan Negara . Dampak ekonomi hutan rakyat , tidak hanya dirasakan oleh pelaku saha, melainkan juga oleh orang-orang yang terlibat , seperti penebang, buruuuh tanu, pengusaha transport, kuli angkut, pengepul, dll. Hutan rakyat semakin bertambah sejak disadarinya terjadi penurunan potensi hutan negara secara pasti, baik yang berasal dari hutan alam maupun tanaman. Pemahaman dan keyakinan itu sepatutnya disukuri yang diwujudkan dalam bentuk perhatian dan langkah tindak yang mengarah kepada peningkatan kinerja usaha hutan rakyat, yang selama ini telah diusahakan oleh masyarakat secara swakarsa, swadaya, dan swadana.
Perhatian pemerintah memang telah sejak lama dilakukan, misalnya melalui gerakan “gandrung tatangkalan” di Jawa Barat, sampai dengan proyek- proyek penghijauan sejak tahun 1976. Namun demikian sayangnya disamping keberhasilan yang dicapai dalam penghijauan, ternyata masih banyak kegagalan yang ditemui. Dengan kata lain besarnya perhatian pemerintah ternyata belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat.Disamping itu juga status kepemilikan lahan dengan tata-batas yang lebih jelas serta luas lahan yang sangat sempit dan kondisi-kondisi lain seperti pasar, informasi dan aksessibilitas yang relatif lebih baik. Namun demikian, sayangnya kayu sebagai hasil hutan rakyat masih menempati
posisi kurang penting sebagai komponen pendapatan rumah tangga petani. Kayu masih lebih banyak sebagai tabungan saja dan belum menjadi prioritas usaha, karena daurnya dirasakan sangat lama dibandingkan tanaman pertanian lainnya. Pohon umumnya ditanam sebagai pelindung atau pada ruang-ruang sisa dari komoditi lain seperti pada batas-batas lahan, pematang sawah, lahan-lahan maarjinal dan sebagian dengan budidaya monokultur Hardjanto dalam Suharjito,2000).
Perkembangan pengusahaan hutan rakyat masih stagnan diakibatkan karena posisi hutan rakyat masih menjadi pilihan budidaya pada lahan marjinal. Di samping itu, pengusahaan hutan rakyat ini tidak disebut sebagai bagian dari pengusahaan hutan karena tidak sesuai dengan definisi dan pengertian tentang hutan rakyat itu sendiri.Dalam UU No 41 tahun 1999, hutan rakyat merupakan jenis hutan yang dikelompokkan ke dalam hutan hak. Ini berarti bahwa hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang telah dibebani hak milik, yang konsekuensi logisnya adalah bahwa hutan rakyat diusahakan tidak pada tanah negara. Dari pengertian tersebut telah mengabaikan kapasitas pelaku pengusahaan hutan rakyat tetapi lebih menekankan pada kepemilikan lahan. Sebagai contoh, pengusahaan hutan damar mata kucing (Shorea javanica) di Krui Lampung Barat dari segi kepemilikan lahan menjadi bias, apakah termasuk pengusahaan hutan rakyat atau tidak. Jika mengikuti pengertian bahwa hutan rakyat adalah hutan yang diusahakan pada lahan milik, maka pengusahaan hutan damar mata kucing di Krui tersebut tidak termasuk hutan rakyat, karena sebagian besar dilakukan di atas tanah yang diklaim sebagai tanah negara di satu sisi, tetapi di sisi lain karena pengusahaan hutan damar mata kucing ini telah dilakukan sejak lama dan telah dilakukan turun-temurun, masyarakat Krui telah menganggap tanah tersebut merupakan tanah adat atau marga.
PROSIDING Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan 2006 : 4-13
Kalau dilihat dari pelaku pengusahaan hutannya, maka pengusahaan hutan damar mata
kucing ini benar-benar merupakan usaha hutan rakyat yang dilakukan oleh klan-klan keluarga dalam masyarakat Krui, dan telah pula menjadi adat masyarakat setempat. Kemudian dalam Permenhut No. P 26/Menhut-II/2005, secara tegas pengertian hutan hak dinyatakan identik atau sama dengan hutan rakyat, dan merupakan lahan milik atau memiliki sertifikat ijin penggunaan lahan. Dari pengertian ini jelas yang dijadikan pijakan untuk menentukan hutan rakyat adalah masih pada kepemilikan lahan belum pada kapasitas pelaku pengusahaan hutan. Ini jelas akan menimbulkan ambiguitas pengusahaan hutan rakyat. Dalam hal status lahannya, selain hak milik harus segera direalisasikan hak guna usaha dan hak pakai lahan.

Harapan dari pembinaan masyarakat desa sentra hutan rakyat, adalah :
1) Kepastian dari para pelaku usaha bahwa hutan tanaman yang mereka bangun menjadi hutan tetap, minimal dalam jangka waktu 5 tahun dengan kelembagaann yang ditata dengan baik.
2) Pelaku usaha dapat memilih daur tanaman ekonomi dan teknis dalam waktu 5 tahun untuk jenis sengon (fast growing species), dan 10 – 15 tahun jenis mahoni dan jati.
3) Terciptanya perlindungan DAS secara partisipatif dari masyarakat dan pelaku usaha hutan rakyat, melalui usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu.

Salah satu hal yang dianggap menghambat keberhasilan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di desa-desa binaan adalah adalah kurang optimalnya peran serta masyarakat desa binaan, dimana mereka kurang dilibatkan secara aktif dalam berbagai input/masukan untuk mengeluarkan kebijakan. Ada 2 (dua) hal yang selama ini dianggap mendasari hal itu. Pertama , masyarakat cenderung dijadikan objek saja dan kurang terlibat dalam merumuskan rencana serta penyusunan kebijakkan. Kedua, dalam penerapan kebijakkan, masyarakat hanya sebagai orang yang menerima, bukan sebagai pelaku dan pelaksana, sehingga acapkali kebijakan kurang difahami dan kurang dapat diterima oleh masyaraakat. Hal inilah yang memicu lahirnya “ Partisipasi Semu” dengan motof yang beragam (Soetrisno, 1995).

Dari uraian diatas, sangat dibutuhkan suatu kajian terkait peran serta masyarakaat dalam pengelolaan DAS melalui pengembangan hutan Rakyat, salah satu judul kajian adalah “ KAJIAN DIAGNOSTIK BINA DESA SENTRA HUTAN RAKYAT”.

B. TUJUAN
Adapun tujuan dari kajian ini adalah :
1) Mengetahui karakteristik hutan rakyat (status lahan, pola tanam, daur tanam, pemasaran hasil, dll)
2) Mengetahui keinginan dan pola pikir pengembangan hutan rakyat
3) Mengetahui pemahaman tentang penyelamatan DAS
4) Mengetahui tingkat keterlibatan masyarakat desa sentra hutan rakyat dalam upaya pengelolaan DAS
5) Mengetahui kelembagaan pengurusan hutan rakyat mulai dari pemerinrahan provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa sentra.
6) Mengetahui pola manajemen hutan rakyat di tingkat kelompok tani (pola kepemilikan hutan rakyat, pola usaha, pola tanam, dan pemasaran hasil).

C. KELUARAN
Diharapkan dari hasil kajian ini adalah terciptanya strategi pembinaan masyarakat desa sentra hutan rakyat dalam rangka menunjang pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, baik berbentuk program ataupun rencana kegiatan RHL dengan pokok pembinaan diarahkan kepada
1) Kelebagaan hutan rakyat
2) Manajemen hutan rakyat, pola usaha, pola tanamn strategi pemasaran, dan pola pengembangan hutan rakyat.

Metode KTA dapat dikelompokkan menjadi 3 :
a. Metode vegetatif.
b. Metode teknik‐sipil.
c. Metode kimia.
��Teknik KTA yang dapat diterapkan :
a. Penanaman tanpa olah tanah pada pertanaman sebelumnya.
b. Pengolahan tanah minimum.
c. Rotasi dengan tanaman penutup tanah.
d. Peningkatan kesuburan tanah.
e. Sistem penanaman yang bersamaan dengan pengolahan tanah.
f. Pembuatan kontur/guludan.
g. Penanaman dalam strip menurut kontur.
h. Teras, teras guludan, dan teras bangku.
i. Saluran pembuangan air berumput (grass waterways).
j. Penanaman dalam guludan.
k. Strip penyangga mengikuti kontur.
l. Perubahan penggunaan lahan.
m. Teknik lain.

��Pada kenyataannya implementasi KTA memiliki hubungan yang kompleks (complex‐relations) yang menyangkut hubungan antara aspek fisik, ekonomi, dan sosial yang harus dapat berjalan secara baik. Dalam mendesain Program KTA untuk suatu daerah ketiga aspek tersebut perlu dikaji secara matang dan mendalam, sehingga hasilnya harus menunjukkan pola yang sinergi dan seimbang diantara ketiga aspek tersebut. Oleh karena implementasi KTA harus terpadu, komprehensif, dan interdisiplin (Gambar 5).


43 Prinsip Dasar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai


Permasalahan Sumberdaya Air

��Perubahan dalam salah satu komponen ekositem DAS akan menyebabkan terjadinya perubahan dari sistem DAS, yang mengarah kepada timbulnya masalah sumberdaya air.

��Masalah sumberdaya air yang mengarah pada degradasi sumberdaya air lebih banyak dipengaruhi oleh aktifitas pembangunan dan manuia di dalam penggunaan air dan pencemaran lingkungan akibat aktifitas ekonomi yang dilakukannya. Berbagai kalangan masyarakat, baik orang kaya dan miskin sama‐sama menimbulkan kerusakan di sungai. Kalangan orang kaya mencemari badan‐badan air dengan limbah industri dan yang miskin menimbuni dengan sampah. Walaupun sungai memiliki kemampuan untuk membersihkan dirinya sendiri (self‐purification) karena di sungai tersedia bakteri pengurai, namun karena banyaknya limbah yang tidak terurai dan adanya zat‐zat beracun yang

KTA
Sosial
Ekonomi
Fisik
Tanah, air, iklim, vegetasi, dsb.
Individu, sistem sosial, tenaga kerja, pendidikan, ketrampilan
Kredit, harga komoditas,
pasar, insentif, dsb.
Integrated Programs
• Soil & Water Conservation
• Agroforestry
• Social‐Forestry
• Ecofarming
• Watershed Management

44 Prinsip Dasar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
membunuh bakteri pengurai tersebut sehingga menimbulkan pencemaran dan pendangkalan sungai.

��Pergerakan air yang mengikuti siklus hidrologi (air) menentukan kehidupan
di bumi, sehingga pencemaran air yang terjadi di suatu tempat dapat menyebar ke tempat lain di dunia. Hampir dipastikan akibat degradasi sumberdaya air mengarah kepada penurunan kualitas hidup yang mengancam keberlanjutan kehiduan di bumi. Beberapa contoh dampak atau akibat dari degradasi sumberdaya air adalah sebagai berikut :
a. Kualitas dan kuantitas air menurun tidak terjamin dengan baik.
b. Kesehatan manusia terganggu akibat menurunnya sanitasi lingkungan.
c. Kehidupan flora dan fauna terutama yang hidup di air tergangggu.
d. Habitat dan ekosistem rusak.
e. Banjir dan kekeringan

45 Prinsip Dasar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Pertumbuhan Penduduk dan PembangunanPerubahan Iklim-Naiknya suhu Penggunaan dan Eksploitasi Air Berlebihan Pencemaran Air

MASALAH SUMBERDAYA AIR
Perubahan Ekosistem dan Penggunaan Lahan Kuantitas Air Kualitas Air Distribusi Spasial Distribusi Waktu Nilai Mutu tidak Sesuai dengan Standar Kesehatan Degradasi Sumberdaya Ai
r• Banjir
•Kekeringan
•Penurunan muka tanah (land subsidence)
•Water borne-diseases : diare, kolera
•Kegagalan pertanian
•Kegiatan industri macet
•Kesejahteraan manusia menurun
•Ekosistem dan habitat rusak
•Konflik social

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN MEROSOT, PEMBANGUNAN
TERGANGGU
STRATEGI PELESTARIAN SUMBERDAYA AIR
• Model pendekatan DAS
• Terpadu, komprehensif, lintas sektoral
• Penataan ruang yang sesuai
• Kerjasama antar wilayah, antar Negara
• Pengendalian pencemaran air
• Transfer teknologi
• Penelitian
• Konservasi daerah resapan aiR
• Efisiensi penggunaan air dan pengurangan pengambilan air tanah
• Etika dalam pengelolaan sumber-sumber air
• Mengurangi dampak proyek terhadap sumber-sumber air

Gambar 14. Masalah Sumberdaya Air

��Penyebab terjadinya masalah sumberdaya air antara lain : pertumbuhan penduduk dan aktifitas pembangunan, perubahan ekosistem dan penggunaan lahan, perubahan iklim (global), penggunaan air berlebihan, dan pencemaran air. Strategi untuk melestarikan sumberdaya air antara lain :
a. Menerapkan pelaksanaan tata guna lahan secara konsisten.
b. Menerapkan sistem insentif dan disinsentif dalam pengelolaan sumberdaya air.


46 Prinsip Dasar Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
c. Pengendalian dan pencegahan pencemaran air
d. Menekan aktifitas yang merugikan iklim global
e. Konservasi zona resapan air
f. Pengembangan sumberdaya manusia dan teknologi pengelolaan sumberdaya air
g. Pengelolaan DAS terpadu
h. Pengendalian pertumbuhan penduduk
i. Peningkatan peranan/partispasi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya air


Banjir dan Mitigasi Banjir

��Banjir sebagai output hidrologis dari suatu DAS dipengaruhi oleh karakteristik fisik DAS dan hujan sebagai input sistemnya, serta intervensi manusia terhadap sistem DAS.

��Faktor penyebab banjir dibedakan menjadi dua kelompok (Sutopo, 1996), yaitu :
a. Persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam :
• Curah hujan yang tinggi melebihi kapasitas infiltrasi tanah dan alur sungai yang menampungnya
• Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sulit mengalami infilitrasi dan perkolasi karena lapisan tanah yang kedap air, sehingga sebagian besar air hujan menjadi surface run‐off.
• Kondisi daerah berada di dataran banjir (floodplain) yang bertopografi cekung, sehingga menyulitkan air untuk mengalir ke sungai atau laut.
• Aliran anak sungai tertahan oleh aliran sungai induk, sehingga air sungai melimpas.
• Terjadinya debit puncak banjir sungai induk dan anak sungai pada pertemuan sungai‐sungai tersebut dalam waktu bersamaan.
• Terjadinya pembendungan muara sungai akibat air pasang dari laut.
• Terjadinya penyempitan aluran sungai yang menimbulkan pembendungan muka air sungai.
• Adanya hambatan‐hambatan terhadap aliran sungai yang disebabkan oleh faktor‐faktor geometris alur